Sebuah sekolah kejuruan yang bisa dibilang yah cukup luas dan terletak tersembunyi oleh toko-toko kecil penjual makanan, kue, kelontong, warnet(warung internet) dan penjual lainnya yang persis di tepi jalan penghubung jalan raya di kota Makassar. Sejak lulus di Madrasah Tsanawiyah Model atau setara dengan SMP, saya tidak pernah berfikir akan memasuki sekolah ini. Yah salah saya juga mengapa hanya mendaftar sekolah yang begitu terkenal yang hanya mungkin di masuk oleh orang-orang kelas atas yang awalnya sekolah tersebut terkenal dengan kepintarannya. Namun sekarang, calon sekolah yang gagal itu berubah menjadi sekolah dimana murid-muridnya cuma mengandalkan uang dan fisik. Orang-orang pintar disana mungkin yah hanya setengah. Itupun kalau kau pintar tapi tidak punya kenalan disana dan dana yang cukup, itu akan menjadi hal sulit untuk lulus murni bersekolah disana. Betul segalanya bisa diatasi asal kau punya cukup oh tidak banyak uang. Tapi segalanya tidak dapat dibeli dengan uangkan?
Oke kita kembali dengan sekolah yang pelan-pelan bisa dapat mebuat ku senang ini. Awalnya saya memang tidak suka bersekolah disini. Ya sangat-tidak-suka. Kau mau tahu alasannya?
Pertama: Jaraknya. Dari aku TK, SD, dan SMP semua sekolahku jaraknya sangat dekat. Yah mungkin sekitar 250 meter dari rumahku-lah kurang lebih. Becak, kendaraan orangtua, dan pernah jalan kaki itulah yang biasa mengantarku sampai ke sekolah-sekolahku mulai dari TK hingga SMP. Mungkin sebagian orang berfikir rumah berjarak dekat dengan sekolah itu hal yang cukup menyenangkan. Tidak terlambat, kalau melupakan sesuatu bias pulang sebentar dan alasan logis lainnya. Yah memang semua itu betul. Tapi menurutku, ini akan menjadi suatu yang sangat membosankan. Dari TK hingga SD hanya itu sajalah jalanan yang akan aku lihat. Bisa kau bayangkan? Bagiku ini sedikit lucu. Alasan lainnya mengapa saya tidak suka bersekolah pada jarak yang dekat ialah hanya itu-itu saja angkutan umum atau kendaraan yang dapat kurasakan. Bagiku akan jauh menyenangkan bila pulang bersama teman di atas angkot atau angkutan umum yang biasanya disebut ‘pete-pete’ bagi orang Makassar. Itu seru! Ya sangat seru! Saya kadang merasakannya bila kerja kelompok dengan teman yang rumahnya memang dilalui jalur angkot. Cukup masuk akal bukan alasanku mengapa tidak menyukai bersekolah dengan jarak yg dekat?
Kedua: Tempat dan lokasi. Sekolah ini tempatnya… Oh mungkin aku tidak usah menjelaskan secara detail. Kau bisa menilaiku dengan nada bicaraku.
Ketiga: Pergaulannya. Aku bisa mengeker jauh lebih dekat tentang pergaulannya. “Gila! Apa dunia ini mau kiamat?!” kau pasti sudah bisa menebak apa yang seharusnya kukatakan. Ya. Apa yang kulihat bisanya di tv, di film-film atau dari cerita novel remaja dan cerita-cerita para teman dimana bagaimana pergaulan bebas itu. Kau tahu? Itu semua kupikir hanya bisa ku khayalkan saja. Dan mungkin tidak akan menadi nyata. Walaupun nyata, toh itu tidak akan kulihat secara langsung. Cukup hanya melihat, mendengar dari film-film atau cerita burung. Tapi dugaan ku salah besar. Apa yang dulunya bisa ku saksikan di depan layar, ku dengar dari cerita orang-orang kini bisa nampak jelas di mata kepalaku. Kaget? Tentu. Tapi shock itu hanya berlangsung beberapa saat di dalam hati mengingat aku harus memaklumi semua karena kelihatannya disini mereka mengukurnya wajar. Sempat tersirat dalam benakku “Oh my God! Tempat macam apa ini?” kataku dalam hati dengan pasrah. “Kau mau apa Fenty? Inilah sekolahmu. Tidak ada lagi selain ini. Pindah? Haha bermimpilah!” aku tidak mengerti tiba-tiba hatiku berkata seperti ini. Entah dari bisikan setan kah? Atau memang beginilah kenyataanya? Tapi apapun itu mau tidak mau harus menyutujuianya. Kau mungkin sangat penasaran apa yang aku saksikan dan mendengar tentang sebagian kecil orang disni. Tragis! Perempuan menyukai perempuan. Laki-laki menyukai laki-laki dan satu hal tentang sesuatu yang semestinya harta paling berharga yang dimilii wanita, yang pesan Ibuku harus kujaga sangat baik-baik. Ya betul. Itulah dia (mengertilah). Aku tidak mengerti ada yang sudah tidak begini lagi. Atau mereka hanya berpura-pura atau sok agar dikatakan ‘gaul’? Apapun itu, mendengar saja aku sudah jijik, ilfeel, mual dan sehinggah membuatku mengucapkan Astaghfirullah berkali-kali. Yah itulah perasaan sebenarnya yang ada dalam diriku. Tapi faktanya? Bila segorombalan cewek yang sedang membahas tentang ini, aku hanya bersikap seadanya. Datar, berusaha mengilangkan rasa terkejut dan berusaha menganggap hal ini biasa. Mengapa? Sekali lagi, karena disini beda pergaulannya dengan sekolah-sekolahku sebelumnya. Ya sangat bertolak belakang bukan dengan SMP ku yang sangat mengajari agama islam dengan lebih? (Madrasah Tsanawiyah). “Hah kau tidak sendiri Fenty, kupikir hanya aku saja yang kaget tentang hal ini” benakku membela diri. Ya, ternyata masih banyak anak polos sepertiku disini. Untunglah! Tapi mengapa tidak? Kami semua kan berasal dari SMP-SMP yang berbeda-beda? Jadi tentu hal ini menjadi wajar.
Keempat: Sistem pelajarannya. Sistem pelajaran disini itu ialah satu minggu praktek, dimana pelajarannya ialah hal yang di bidangi (Perhotelan, Kecantikan, Boga, Busana) dan satu minggu berikutnya teori ( Matematika, IPA, IPS, Bahasa inggris dsb). Kau tahu mengapa kusebut tidak suka dengan pelajarannya? Tunggu dulu, Bukan kah Matematika, Bhasa Inggris, IPA dan kawan-kawan itu sangat amatlah penting? Tapi kenapa disekolah ini hanya mempelajari tidak terlalu dalam dan hanya dilaksanakan dua minggu sekali? Ya jawabannya Cuma singkat dan amat jelas untuk menjawab pertanyaan bodoh ini. ‘Karena inilah bedanya sekolah kejuruan dan Sekolah umum’. Hahahaha pertanyaan yang bodoh memang. Jangan salahkan sekolah, salahkan aku yang memilih sekolah ini.
Kelima: Teman-temannya. Tidak, maksudku aku bukan tidak suka teman-teman semuanya disni. Tapi mungkin sebagian. Bukankah itu hal yang wajar tidak menyukai sifat antarteman? Dan tapi bukankah tidak suka berarti kita harus musuhan?. Maksudku aku hanya merasa sedikit lain dengan sikap dan sifat teman-teman disini yang sangatlah jauuuuuuuh berbeda dengan sifat-sifat teman SMP, dan SD-ku dulu. Di sekolahku dulu, berteman berkelompok memang ada. Tapi bukan berarti kita tidak berteman dengan teman yang lain yang bukan teman kelompok kami. Tidak ada kata solkar sombong atau apalah itu. Kami berteman? Ya berteman saja. Siapapun dia, dan tidak pernah memndang kepintaran materi ataupun fisik. Bukan maksudku teman SMA ku sekarang sifatnya bertolak belakang dengan sifat teman-teman SMP-ku yaah, tapu aku Cuma menceritakan sedikit bagaimana indahnya pertemanan ku dulu yang masih berjalin sampai detik ini. Keindahan bagaimana solidaritas satu kelas itu sangatlah erat. Cewek maupun cowok semua kompak, Menulis ini aku sedikit menangis mengenang semuanya hahaha :”). Sejujurnya, aku sangat mauuuuuu sekali berteman dengan semua orang di kelas ku yang sekarang ini. Tidak, aku tidak pernah berpihak di genk A genk B genk C . Jujur aku sangat mau berteman dengan semuanya dan aku akan melakukan itu agar mereka mengerti, tidak ada satupun genk yang merasa terjauhi. Kupikir, bukankah kita semuanya se-genk? Ya betul sekelas berarti se-genk. Seharusnya kita harus menjadi satu kesatuan solidaritas. Tapi melihat romannya sedikit pun tidak.
Ya itulah alasan-alasanku mengapa tidak suka bersekolah disini (Bukan berarti semua SMK tapi maksudku hanya sekolah ini). Mau tidak mau aku harus berusaha menyukai untuk menyukainya. Syukur Alhamdulillah karena faktor saya cepat terbiasa dengan keadaan, dan teman-temanku tidak sepenunya buruk, melainkan saaaaaaaangat menyenangkan, rasa ketidak-sukaan ku pun pada sekolah inipun sedikit demi sedikit menghilang. Yah walaupun cuma sedikit.
Sempat merasa mau pindah dari sekolah? Pernah. Itu sekali lagi bukan karena alasan ketidaksukaanku pada sekolah ini. Tapi cuma karena seorang teman. Yah lupakan, toh juga aku sudah cukup sabar menghadapinya. Menceritakannya bagaimana masalah detailnya kurasa sangat tidak perlu. Toh aku sudah berhasil melewati cobaan Allah dengan cukup air mata. Cobaan? Bukan namanya hidup kalau tidak itu. Cobaan bagaikan garam, dan kehidupan bagaikan sayur. Cobaan juga bagai wahana untuk menguji adrenalin kita. Sebagaimana kita bisa menghadapinya dengan positive. Dan menurutku, apabila kita di beri cobaan dari Allah, itu berarti kita sedang lebih di sayang dan di pedulikan Allah :)
With Love,
Fenty Rahmayanti